“Perempuan itu ajaib. Tak perlu mencari tahu, hatinya
akan terlebih dahulu memberi tahu, lelaki mana yang benar-benar menginginkannya
atau hanya sekadar sambil lalu.”
Kelmarin hampir pukul lima petang, gadis bertubuh semampai yang tak pernah serahim denganku, tetapi rasa darahnya mengalir
pula di tubuhku memberitahu hal itu padaku. Pada kesempatan itu aku memeluk erat
tubuhnya saat pertama kami berjumpa.
Tidak ada yang berubah dari wajahnya. Ia masih memiliki senyum
manis yang akan meluluhkan segala mata yang memandangnya
kemudian mengekor senyumnya.
Aku menghentikan diriku dari terus menghirup secangkir caramel saat perlahan aku mendengar satu demi satu kalimat yang dia ucapkan padaku petang lalu dalam-dalam.
Aku menghentikan diriku dari terus menghirup secangkir caramel saat perlahan aku mendengar satu demi satu kalimat yang dia ucapkan padaku petang lalu dalam-dalam.
Dia benar. Sebab kutemukan satu demi satu kata yang dia ucapkan
perlahan padaku. Tak
ada yang berlebihan. Aku telah lebih dulu tahu malah sebelum hatiku memberi
tahu. Rasa yang dulu saling kita lempar tak lagi meraba debar, tetapi samar. Aku tak lagi menemukan keinginanmu akan diri aku dari dua bola mata yang
sejak beratus hari lalu menjadi satu hal yang paling kukagumi.
“Lepaskan perlahan, lalu cari kebahagiaanmu sendiri dari dua
bola mata lain yang memang benar-benar menginginkanmu."
No comments:
Post a Comment