Long time no write here, my dear. It's been a while.
Untuk ia yang memandang (hidup)mu sebelah mata...
Kau tahu mengapa laut tidak bertelinga? Kerana Tuhan inginkan ia terus tetap membiru, tanpa peduli dengan apa yang manusia-manusia selalu teriakkan dari bibir pantai tentang hidup yang rupanya, nyatanya, tidak seindah dongeng sebelum tidur yang dibaca Ibu.
Kau tahu mengapa hujan tak pernah beritahu kapan ia akan berkunjung? Kerana kejutan sepertinya lebih menarik untuk dirindukan daripada hal-hal remeh yang belum tentu terjadi namun sudah lebih dahulu tergambar seolah kau mampu memprediksi masa depan.
Sama seperti mengapa puluhan pucuk surat yang tak disangka selalu menarik untuk kau baca meski kau tak pernah tahu kabar mcm apa yang dibawa. Seperti mengapa melihat mentari yang memilih menenggelamkan diri diantara orbit yang ternyata lebih menyenangkan daripada berkutat pada kebisingan kota yang tak pernah ada habisnya.
Sebab menyedihkan bila bukan kenang yang baik yang justru penuh hingga membuncah, ruah di sekat-sekat yang terkadang membuat sesak, hanya kerana perkara "Apa kata orang?".
Bukan mereka yang mampu kau kendalikan, melainkan hatimu sendiri. Mereka yang tak pernah mengerti akan kesakitan dalam meletak kan harap, merasakan keberadaannya kemudian kehilangan, doa yang belum berjawab, dan luka yang selalu menganga, meski ruam belum sembuh benar adanya.
Katanya, untuk bertahan yang perlu kau tekuni adalah menahan. Menutup segala jalan masuk fikiran-fikiran yang justru akan menghancurkan dirimu sendiri jauh berawal dari akarnya, jauh dari dalam sana.
Untuk yang merasa ingin sudah, sementara yang dijadikan tujuan, baru saja menetukan arah. Teruskan berjalan. Semoga saja Tuhan menjawab segala doa, meletakkan pengakhiran pada setiap harap dan menyembuhkan luka yang sedang menganga.
Comments
Post a Comment